Hutang dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia

Hutang dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia

Utang-piutang merupakan bagian dari aktivitas ekonomi yang telah berlangsung sejak masa lampau dan tetap relevan hingga saat ini. Di Indonesia, yang masyarakatnya sangat majemuk, penyelesaian persoalan utang tidak hanya diatur berdasarkan hukum formal negara, namun juga berdasarkan dua sistem hukum yang hidup dan berkembang: hukum Islam dan hukum adat. Artikel ini membahas tentang Hutang dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia.

Keduanya memiliki pendekatan dan nilai-nilai tersendiri dalam mengatur hubungan antara pihak yang memberi pinjaman (kreditur) dan yang menerima pinjaman (debitur). Artikel ini akan mengulas bagaimana hukum Islam dan hukum adat memandang dan menyelesaikan perkara utang-piutang, serta bagaimana prinsip keadilan dan kemanusiaan tetap menjadi fondasi utamanya.

Hukum Islam: Menjadikan Utang Sebagai Amanah

Dalam Islam, utang bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan juga menyangkut moral dan tanggung jawab spiritual. Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah ayat 282 secara eksplisit memberikan tuntunan tentang utang-piutang:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
(QS. Al-Baqarah: 282)

Ayat ini menegaskan pentingnya mencatat transaksi utang untuk menghindari sengketa di kemudian hari. Selain itu, Rasulullah SAW pun sangat tegas dalam mengingatkan umatnya agar tidak meremehkan utang. Bahkan, dalam beberapa hadis disebutkan bahwa jiwa seorang Muslim bisa tertahan karena belum menyelesaikan utangnya, meskipun ia gugur dalam jihad.

Prinsip dalam Hukum Islam terkait Utang:

  • Niat baik untuk membayar. Orang yang beritikad baik akan mendapat pertolongan Allah SWT.

  • Larangan menunda pembayaran bagi yang mampu. Ini dikategorikan sebagai kezaliman.

  • Dianjurkan memberi kelonggaran kepada yang kesulitan. Bahkan, Allah menjanjikan pahala besar bagi siapa pun yang bersabar terhadap debitur yang kesulitan.

Hukum Adat: Mengedepankan Musyawarah dan Harmoni Sosial

Sementara itu, dalam hukum adat di berbagai daerah di Indonesia, utang-piutang lebih sering diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah. Masyarakat adat menilai bahwa utang bukan hanya urusan personal, tapi juga melibatkan kehormatan keluarga dan komunitas.

Dalam konteks hukum adat:

  • Utang dianggap sebagai ikatan sosial. Maka penyelesaiannya sering kali dilakukan melalui mediasi tokoh masyarakat atau adat.

  • Penekanan pada musyawarah. Jika terjadi perselisihan, pihak yang bersengketa didamaikan tanpa perlu membawa perkara ke pengadilan formal.

  • Penyelesaian berbasis nilai budaya lokal. Misalnya, dalam beberapa komunitas adat, orang yang tidak mampu membayar akan dibantu oleh sanak saudara atau dikenakan kewajiban sosial sebagai bentuk kompensasi.

Namun demikian, pendekatan hukum adat ini juga memiliki keterbatasan, terutama dalam masyarakat yang lebih kompleks dan majemuk, di mana kontrak formal dan perlindungan hukum diperlukan.

Perbedaan Kunci antara Hukum Islam dan Hukum Adat dalam Utang-Piutang

Aspek Hukum Islam Hukum Adat
Sumber Hukum Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, Qiyas Nilai dan tradisi lokal
Dokumentasi Utang Dianjurkan mencatat secara tertulis Sering kali tidak tertulis, hanya berdasarkan kepercayaan
Penyelesaian Sengketa Melalui lembaga syariah atau mahkamah agama Melalui tokoh adat atau mediasi komunitas
Pendekatan Berdasarkan syariat dan akhlak Berdasarkan harmoni sosial dan kehormatan
Sanksi Berdosa jika tidak membayar dan mampu Bisa berupa sanksi sosial seperti dikucilkan

Kedua sistem hukum ini memiliki titik temu pada nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan empati terhadap sesama. Meskipun pendekatannya berbeda, baik hukum Islam maupun hukum adat menempatkan utang sebagai tanggung jawab moral dan sosial yang harus dipenuhi.

Konteks Kekinian: Perlu Sinergi antara Hukum Agama dan Budaya

Dalam masyarakat modern yang semakin kompleks, dibutuhkan sinergi antara hukum Islam dan hukum adat agar penyelesaian utang tidak hanya mengacu pada aturan tertulis, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai budaya lokal yang hidup dan diterima masyarakat.

Misalnya, dalam beberapa kasus di pedesaan, penyelesaian utang bisa lebih efektif diselesaikan secara adat karena melibatkan pihak-pihak yang lebih dipercaya oleh masyarakat, seperti kepala desa atau tokoh agama. Sementara dalam konteks formal dan komersial, hukum Islam melalui sistem ekonomi syariah bisa menjadi rujukan yang adil dan terstruktur.

Hutang dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia

Baik menurut hukum Islam maupun hukum adat, utang adalah amanah yang wajib ditunaikan. Keduanya mengajarkan bahwa utang bukan sekadar urusan duniawi, tetapi juga mencerminkan kualitas moral dan integritas seseorang. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu yang berutang untuk menyelesaikan kewajibannya, dan bagi yang menagih untuk melakukannya dengan adil dan bijak.

Jika Anda memiliki pertanyaan atau membutuhkan bantuan mengenai permasalahan utang piutang, konsultasikan segera bersama kami jasa penagihan hutang perusahaan. Kami siap membantu dalam memberikan solusi atas masalah utang piutang Anda.
👉 Klik di sini untuk menghubungi kami

 

 

Apakah informasi ini bermanfaat?

Ya
Tidak
Terima kasih atas umpan baliknya!

Jasa penagihan utang terpercaya

Indra Pratama

Indra Pratama

CFO

Kami merasa sangat terbantu dengan layanan Debt. Prosesnya sederhana, namun hasilnya maksimal dan efesien.

Laras Putriani

Laras Putriani

Direktur Pengembangan Bisnis

Dengan dukungan Debt, proses penagihan menjadi lebih mudah dan terstruktur. Sangat memuaskan!

Rini Astuti

Rini Astuti

Direktur Keuangan

Dengan pendekatan yang sistematis dan profesional, Debt berhasil membantu kami menyelesaikan banyak masalah penagihan. 

Baca juga

Tips

Surat pernyataan pengakuan utang

Surat Pernyataan Pengakuan Utang adalah dokumen tertulis yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak yang berutang (debitur) untuk menyatakan secara resmi bahwa ia